Desain Promo 11.11 Artora Batik

Ryan Pratama Desain, Web, dan Cerita di Balik Layar

Desain Promo 11.11 Artora Batik

Ryan Pratama Desain, Web, dan Cerita di Balik Layar

Desain Promo 11.11 Batik Artora Dari Ide, Konsep, Pemilihan Model, Mockup, sampai Copywriting yang Nyambung

Catatan santai tentang bagaimana proses kreatif bisa tetap efisien tanpa harus bikin klien keluar budget ekstra, bahkan bisa menghemat sampai 10 juta lebih hanya dengan pendekatan kerja yang lebih modern dan cerdas apa lagi denagn perkembangan ai yang sangat cepat .

Halo teman,

Di ryanpratama.com, saya cukup sering ngobrol soal website, hosting, desain, dan ekosistem digital.

Tapi kali ini saya ingin ngajak kamu jalan sebentar ke balik layar: bagaimana saya membangun sebuah portofolio desain dari ide, konsep, memilih “model” untuk mockup, sampai copywriting yang harus selaras dengan visualnya tanpa fotografer mahal, tanpa studio penuh lampu, tapi tetap terlihat profesional dan rapi.

Tulisan ini bukan untuk membandingkan siapa lebih jago siapa lebih murah, tapi lebih ke catatan perjalanan saya dalam membuat portofolio yang realistis dan efisien untuk klien maupun diri saya sendiri.

Ketika Portofolio Bukan Sekadar Kumpulan Gambar

Beberapa tahun lalu, saya masih berpikir portofolio itu cuma galeri. Yang penting visualnya bagus, titik. bisa kamu lihat di behance  saya 

Tapi makin ke sini, saya sadar: portofolio itu cerita. Dan cerita itu dimulai dari ide, bukan dari Photoshop yang bagus dan keren.

Kadang klien bertanya, “Mas, untuk foto produk butuh fotografer kah? Studio kah?”

Jawabannya: gak selalu.

Dengan workflow yang tepat, klien bisa menghemat budget sampai 10 juta lebih hanya dari keputusan untuk tidak melakukan photoshoot dan menggunakan mockup high quality + visual direction yang konsisten.

Memulai dari Ide “Apa Cerita yang Mau Dibawa?”

Jujur saja, saya jarang mulai dari tools.
Saya mulai dari pertanyaan ini di kepala saya:

  • Apa emosi yang mau disampaikan?
  • Produk/brand ini cocoknya dibawa ke nuansa apa?
  • Kalau orang lihat 3 detik, apa yang mereka tangkap?

Biasanya saya tulis dalam bentuk kata-kata sederhana, contoh:

  • hangat
  • profesional
  • elegan
  • futuristik
  • handmade
  • ramah
  • minimal

Dari daftar pendek ini, konsep visual jadi lebih gampang diarahkan.

Menentukan Konsep Visual Dari Moodboard sampai Warna

Setelah ide terasa solid, saya masuk ke tahap konsep:

  • Moodboard (Pinterest, Behance, Dribbble)
  • Gaya visual (luxury, editorial, playful)
  • Tone warna (gelap,, warm tone)
  • Typography (humanist, modern sans, serif klasik)

Konsep inilah yang nanti “mengunci” kualitas portofolio supaya tidak acak-acakan.

Lucunya, konsep visual yang jelas juga bikin pekerjaan copywriting di akhir jauh lebih mudah apa lagi ada ai seperti chatgpt yang bisa di arahkan membuat copywriting yang bagus.

Memilih Model untuk Mockup Tanpa Photoshoot

Bagian ini sering bikin klien kaget.Tapi bisa dilihat dari foto disebalh kiri ini hasilnya tetap tajam dan rapi

Padahal justru sebaliknya:

  • Mockup resolusi tinggi sekarang kualitasnya sangat realistis apa lagi tidak perlu beli tinggal ai surh generate saja.
  • Mockup Modelnya bisa dipilih sesuai kebutuhan brand (usia, gaya, pose, mood).
  • Bisa disesuaikan dengan warna brand.
  • Tidak perlu sewa studio.
  • Tidak perlu revisi berkali-kali.
  • Tidak perlu menunggu jadwal model.

Hasilnya?

Klien menghemat biaya produksi sekitar 5–15 juta hanya dari bagian photoshoot saja.

Saya pernah bantu sebuah brand fashion lokal yang tadinya nyiapin budget 12 juta untuk foto katalog.

Setelah lihat hasil mockup high end (yang saya pilihkan modelnya), mereka cuma komentar:

            “Mas, kok bisa sebagus ini ya? Ini udah mirip photoshoot beneran.”

Ya… memang karena teknologinya sudah sampai situ dan ini jarang klient ketahui.

Desainer yang tahu cara memanfaatkan mockup bisa menghemat banyak uang klient dan tetap bikin brand kelihatan mahal.

Bagaimana Saya Memilih dan Membuat Mockup yang Tepat?

Biasanya saya pilih berdasarkan beberapa hal:

  • Proporsi tubuh model harus sesuai target pasar.
  • Lighting harus mendukung mood brand (soft, harsh, editorial).
  • Angle harus cocok untuk menonjolkan desain.
  • Tekstur bahan harus realistis agar warna desain tidak berubah.
  • Ruang kosong (negative space) harus ada untuk copywriting atau elemen branding.

Mockup yang bagus bukan yang “wah”,

tapi yang memberi ruang untuk pesan visualnya muncul.

Ryan Pratama Desain, Web, dan Cerita di Balik Layar

Berikut Ini Adalah salah satu Contoh Mockup

Bisa dilihat Mockup yang dibuat ai sudah sangat bagus dan high resolusi, tinggal saya edit di photoshop untuk warna, bentuk dan di sesuaikan dengan brand

Tidak Perlu Fotografer, Tapi Tetap Perlu Pengarahan

Mockup bukan berarti instan.
Saya tetap melakukan beberapa penyesuaian:

  • Koreksi warna
  • Penyesuaian bayangan
  • Mengatur tingkat kontras
  • Menambah atau mengurangi detail
  • Menyesuaikan warna kulit model agar selaras dengan tone brand
  • Memastikan desain tidak “mengambang” dan benar-benar menyatu dengan kain/objek

Dengan pengaturan yang rapi, mockup bisa terlihat lebih halus daripada foto studio yang diedit buru-buru.

Copywriting Nyawa dari Visual

Satu hal yang sering dilupakan: tulisan itu bagian dari desain.

Saya tidak menulis copywriting di awal.
Biasanya saya menulis setelah semua konsep visual terkunci, supaya tone-nya selaras.

Cara saya menentukan copywriting:

  1. Lihat karakter brand
    Apakah mereka ramah? Kaku? Elegan? Sederhana?
  2. Ambil satu kata kunci dari konsep
    Contoh: “tenang”.
  3. Turunkan menjadi kalimat singkat
    • “Dirancang untuk membuat hari terasa lebih tenang.”
    • “Warna yang membuat ruangmu bernapas.”
  4. Beri konteks yang relevan
    Copywriting bagus itu bukan puitis doang. Harus punya fungsi.
  5. Ulangi sampai menemukan tone yang pas
    Ini biasanya yang paling lama. Justru di sinilah letak seninya.

Copywriting tidak perlu panjang.
Yang penting tepat.

Workflow Singkat yang Biasa Saya Pakai

Biar lebih jelas, ini catatan alur sederhana saya:

  1. brainstorming ide
  2. pilih kata kunci
  3. bikin moodboard
  4. tentukan konsep visual
  5. pilih mockup sesuai target
  6. masukkan desain ke mockup
  7. adjust warna & lighting
  8. sesuaikan tone brand
  9. tulis copywriting pendek
  10. layout final untuk portofolio

Dengan cara ini, rata-rata project portofolio bisa selesai 3–10 kali lebih cepat.

Kenapa Workflow Ini Menghemat Biaya Klien?

Karena:

  • Tidak perlu fotografer → hemat 3–10 juta
  • Tidak perlu sewa studio → hemat 1–5 juta
  • Tidak perlu model → hemat 1–3 juta
  • Tidak perlu revisi lokasi, cuaca, atau jadwal
  • Semua bisa direvisi digital → lebih cepat
  • Hasil bisa konsisten untuk tahun-tahun berikutnya

Klien senang.
Saya juga senang karena workflow jadi ringan dan fleksibel.

Semua ini di hasilkan dari mockup yang dibuat oleh ai dan di kustom sesuai brand.

Kesimpulan

Pada akhirnya, portofolio bukan cuma soal “gambar yang bagus”.
Ia adalah cerita lengkap tentang bagaimana sebuah brand dipikirkan sejak tahap ide sampai visual akhir yang siap dipamerkan.

Dengan konsep yang jelas sejak awal, pemilihan mockup yang tepat, dan copywriting yang menyatu, kita bisa membuat portofolio yang matang — tanpa harus mengeluarkan biaya photoshoot besar, tanpa ribet mengatur jadwal model, dan tanpa kehilangan kesan profesional.

Setiap desainer tentu punya gaya kerja masing-masing.
Yang saya bagikan ini cuma salah satu cara yang terbukti realistis, efisien, dan ramah budget untuk banyak klien yang saya tangani.

Pada akhirnya, proses kreatif itu hakikatnya mencari jalan yang paling relevan, bukan yang paling mahal.

Semoga tulisan ini bisa membantu teman-teman yang sedang membangun portofolio atau ingin menyederhanakan workflow desainnya.