Bloggers in 2026: Will they still earn from AdSense?
It's December 2025, and I still have an opinion about reality, hope, and how to view changes in the world of blogging, which once had its heyday...
Tentang bagaimana Perkembangan AI yang Terlalu Cepat yang harusnya membantu, justru kadang membuat kita kehilangan kepastian
Hello, friends,
At ryanpratama.com, I often talk about websites, hosting, design, and the digital ecosystem.
Kali ini saya ingin membahas sesuatu yang agak berbeda tetapi masih di koridor tentang dunia digital, tapi lebih ke arah keresahan tentang AI.
Keresahan yang mungkin juga kamu rasakan belakangan ini: perkembangan AI yang begitu cepat sampai-sampai informasi terasa makin kabur, makin abu-abu. Semua orang menjadi pakar dalam segala hal.
Diskailmer yaa.. Tulisan ini bukan keluhan, bukan protes, dan bukan juga glorifikasi teknologi.
Hanya sebuah catatan perjalanan pikiran saya, tentang bagaimana kita menghadapi dunia yang berubah terlalu kencang dan membuat kita belari bukan berjalan.
Dan mungkin… kita tidak selalu siap untuk itu.
Table of Contents
Ada masa ketika kita bisa mengikuti perubahan teknologi dengan cukup tenang tanpa terburu-buru. Setiap inovasi muncul pelan-pelan, memberi ruang bagi kita untuk belajar dan beradaptasi.
Tapi sekarang?
Rasakan sendiri:
Kecepatan ini menciptakan kondisi unik: informasi yang kita punya belum selesai dipahami, tapi sudah tergeser oleh informasi baru.
Akhirnya, kita hidup dalam kabut—tidak benar-benar tahu mana yang benar, mana yang cuma tren sesaat.
Kadang rasanya seperti berjalan di tempat yang terus bergerak.
Ketika AI berkembang terlalu cepat, bukan hanya teknologinya yang sulit diikuti tetapi juga kebenaran ikut buram.
Contoh kecil yang sering terjadi:
Pada akhirnya, kita dipaksa bertanya dan kritis, padahal tidak semua orang bisa:
“Ini benar, atau hanya terlihat benar?”
Dengan adanya AI membuat informasi lebih mudah, tetapi lebih sulit diverifikasi.
Ia mempercepat produksi konten, tetapi melambatkan kemampuan kita untuk merasa ini beneran atau boongan .
Itulah “abu-abu” yang saya maksud.
Bukan karena orang makin tidak jujur, tetapi karena batas antara yang asli dan yang dibuat mesin semakin samar.
Masalah terbesar dari perkembangan teknologi yang terlalu cepat bukan pada teknologinya.
Tetapi pada manusia yang tidak diberi waktu cukup untuk mengolahnya.
Kita tidak sempat:
Dalam kondisi seperti itu, otak mengambil jalan pintas:
kita percaya apa yang paling cepat dan paling sering muncul, bukan apa yang paling benar.
Kebohongan yang muncul terus menerus menjadi kebenaran ( illusory truth effect)
Ini berbahaya, bukan karena kita lemah, tetapi karena otak manusia memang tidak didesain untuk menghadapi informasi yang etrlalu banyak.
Dulu, mesin hanyalah alat untuk mencari jawaban. ada proses kita mencari dan menemukan jawaban yang benar dan salah.
Sekarang, AI adalah ekosistem—dan sering kali, kita justru mengikuti arah yang ia tentukan. Karena kita tidak menjadi tetapi diberi jawaban.
Pada titik tertentu, kita mulai kehilangan kendali atas cara kita membentuk opini dan berfikir.
Bukan karena kita bodoh.
Bukan karena kita pasrah.
Tapi karena terlalu banyak dan terlalu cepat informasi yang datang.
Kita belum selesai memproses informasi lapisan pertama, sudah disuguhi sepuluh informasi lapisan berikutnya.
Saya mencoba merangkum penyebab utama mengapa informasi terasa makin abu-abu padahal kita mendapatkan kebebasan mencari dan menemukan jawaban:
Ini bukan kesalahan siapa pun menurut saya.
Ini hanya realitas yang harus kita akui sedang terjadi di masa ini.
Saya bukan ahli etika, bukan peneliti AI, dan bukan juga pengambil kebijakan besar.
Saya hanya seseorang yang hidup di tengah perubahan ini, sama seperti kamu.
Tapi ada beberapa hal yang terasa masuk akal untuk dilakukan:
Kita mungkin tidak bisa menghentikan kecepatan perkembangan teknologi dunia, tapi kita bisa memilih langkah kita sendiri.
AI membawa manfaat sangat besar.
Ia membuka banyak pintu cara belajar baru bagi manusia di bisnis, kesehatan, pendidikan, bahkan seni.
Tapi manfaat sebesar itu tidak datang tanpa harga.
Harganya adalah kebingungan.
Harganya adalah ketidakpastian.
Harganya adalah kaburnya batas antara informasi yang benar dan bias.
Dan itu wajar.
Setiap pergeseran peradaban selalu dimulai dengan kebingungan.
Kita hanya perlu mengakui bahwa menjadi manusia di era ini adalah tentang belajar berdamai dengan keabu-abuan tanpa kehilangan arah.
Perkembangan AI yang bergerak terlalu cepat membuat informasi terasa abu-abu bukan karena dunia menjadi lebih gelap, tetapi karena cahaya yang datang terlalu banyak dan bersilangan.
Kita silau, bukan buta akan informasi.
Tulisan ini bukan ajakan untuk menolak teknologi, atau menjadi anti-AI.
Ini hanya cara saya mencatat keresahan yang mungkin kamu juga rasakan
Bahwa informasi semakin sulit diberi label “benar” atau “salah”, dan bahwa kita sedang belajar hidup dalam ketidakpastian yang baru.
Karena pada akhirnya,
Setiap orang akan menemukan caranya sendiri untuk menyaring dunia yang makin bising dan makin berkabut.
Sumber
Gambar Utama: https://unsplash.com/illustrations/robot-and-man-handshaking-chatbot-assistance-using-ai-in-daily-life-concept-vector-illustration-g1heTp1J-hw