Ketika Hidup Membawa Saya Pulang ke Hal yang Pernah Saya Tinggalkan

Ketika Hidup Membawa Saya Pulang ke Hal yang Pernah Saya Tinggalkan - Ryan Pratama

Tentang keputusan yang terasa sederhana, tapi punya perjalanan panjang di belakangnya

Halo teman,
Di ryanpratama.com, saya cukup sering ngobrol soal website, hosting, , dan ekosistem digital.

Tapi hari ini, pembahasannya agak berat.
Karena ini tentang diri saya sendiri.
Tentang sesuatu yang saya tinggalkan selama 11 tahun, dan akhirnya saya dekati lagi di penghujung 2025.

Tulisan ini bukan pengakuan dramatis ataupun melankolis.
Apa ssaya sudah tua ya jadi membahas masalalu wkwkwk
Bukan ajakan.
Bukan juga pembenaran.

Ini lebih seperti menengok perjalanan yang mudah dan kenapa saya mulai menulis lagi setelah vakum sejak 2014?

Dan kenapa justru sekarang, ketika hidup sudah penuh pekerjaan, freelance, client, dan rutinitas…

saya malah balik ke hal yang dulu saya tinggalkan demi fokus mencari penghidupan?


Saat Menulis Adalah Hal yang Saya Tinggalkan Bertahun-tahun

Jujur, 2016 bukan tahun yang mudah.
Saya harus langsung bekerja setelah lulus, sibuk mengejar skill, membangun relasi, bertahan di industri kreatif, pindah-pindah tempat kerja, hingga membangun usaha sendiri.

Menulis yang dulu jadi ruang bernapas dan refleksi diri pelan-pelan hilang dari hidup saya.

Bukan karena saya membencinya.
Bukan karena saya merasa tidak butuh.
Saya hanya…

kewalahan.

Ketika hidup menuntut fokus, sering kali hal-hal yang memberi kita identitas justru jadi yang pertama dikorbankan.
Dan itu terjadi pada saya.

Belasan tahun berlalu.
Kerjaan makin banyak.
Tanggung jawab makin besar.
Client makin beragam.
Tapi setiap kali saya berhenti sejenak, ada rasa yang muncul seperti bisikan halus:

“Kapan terakhir kali kamu bicara sama dirimu sendiri lewat tulisan?”

Rasanya seperti ada ruangan kecil di dalam diri yang lama dikunci, dan saya baru sadar betapa pengapnya di sana.


Ketika Bekerja Tanpa Menulis Membuat Hidup Terasa Hambar

Saya tidak pernah membenci dunia kreatif.
Saya mencintainya.
Saya bertahan karena saya suka.

Membuat hal baru dan bertemu orang-orang baru.

Tapi ada bagian dari diri saya yang tidak terwakili oleh desain, coding, fotografi, atau video.
Bagian yang lebih personal.
Lebih sunyi.
Lebih jujur.

Sampai suatu momen di akhir 2025, saya sadar:

  • saya bekerja terus, tapi jarang berhenti untuk memahami diri sendiri
  • saya membuat konten untuk client, tapi hampir tidak pernah menulis untuk diri sendiri
  • saya tahu bagaimana mendesain, memotret, membangun website — tapi tidak lagi tahu bagaimana mengolah perasaan jadi kalimat
  • hidup terasa maju, tapi tidak dengan perasaan saya

Dan itu melelahkan dengan cara yang aneh.
Bukan capek fisik.
Tapi capek batin.

Kalian mungkin pernah merasakannya juga:
capek karena terlalu lama jadi “mesin yang berjalan”,

bukan manusia yang berkembang.


Menulis Bukan Tentang Isi Kontennya

Menulis itu bukan soal SEO, keyword, performa, atau pageview.

Menulis itu tentang:

  • merapikan pikiran saya dan berhenti sejenak
  • memberi ruang untuk keresahan saya
  • menghargai perjalanan
  • melawan lupa
  • memahami diri sendiri lewat kata yang tertulis

Dan ternyata, saya merindukan itu.

Mungkin tulisan seperti ini tidak akan viral.
Tidak akan dicari di Google.
Tidak akan menghasilkan traffic.

Tapi ada bagian dari saya yang hanya bisa hidup lewat kalimat.
Dan bagian itu sudah terlalu lama saya lupakan.


Ketika Hidup Terasa Penuh Tapi Kosong

Yang membuat saya kembali menulis bukan satu peristiwa besar.
Tidak ada tragedi atau drama.

Yang ada justru hal sederhana:
hidup saya penuh, tapi terasa kosong di bagian tertentu.

Saya bekerja dari pagi ke malam.
Banyak project masuk.
Revisi, meeting, deadline.
Kualitas hidup secara materi dan karier meningkat.

Tapi secara mental?

Ada suara kecil yang terus bertanya:

  • kapan terakhir kali kamu bercerita lewat tulisan?
  • kapan terakhir kali kamu jujur tanpa filter?
  • kapan terakhir kali kamu menulis bukan untuk client, tapi untuk dirimu sendiri?

Dan di akhir 2025, saya berhenti mengelak.
Saya duduk.
Saya buka laptop.
Saya menulis.

Dan rasanya… seperti pulang.


Saat Vakum Terlalu Lama Membuat Kita Lupa Siapa Diri Kita

Kadang, meninggalkan sesuatu terlalu lama membuat kita lupa bahwa itu bagian penting dari identitas.
Saya dulu menulis karena butuh ruang untuk berpikir dan wkwkwk.
Dulu awalnya blog adalah tempat untuk membuat komunitas,
Kalau sekarang semuanya pindah ketiktok, instagram dan youtube
Serba cepat dan melelahkan, tidak ada waktu untuk beristirahat
Scroll sana scroll sini sampai lupa waktu
dan yang di beri makan cuma mata dan stimulus ke otak, tanpa berfikir
Hanya melihat apa yang di suguhkan
Awalnya lucu lama-lama jenuh.
Untuk mengurai keresahan.
Untuk mengerti arah hidup saya.

Lalu saya berhenti.
Tahun demi tahun.
Karena kesibukan.
Karena fokus bertahan hidup.
Karena saya pikir, saya bisa baik-baik saja tanpa menulis.

Ternyata tidak.

Ada hal-hal yang tidak bisa dibereskan oleh:

  • uang
  • project
  • client
  • skill
  • pengalaman

Ada hal-hal yang hanya bisa dibereskan dengan duduk sendirian, membuka halaman kosong, dan jujur pada diri sendiri.


Menulis Lagi Adalah Bentuk Merawat Diri

Bagi sebagian orang, self-care adalah liburan, skincare, gym, atau nonton film.

Bagi saya, self-care adalah menulis.

Menulis mengingatkan saya bahwa:

  • saya bukan robot
  • saya berhak berhenti
  • saya punya suara
  • saya boleh reflektif
  • saya boleh salah
  • saya boleh bingung
  • saya boleh jujur

Menulis membuat saya sadar bahwa hidup bukan hanya tentang menyelesaikan pekerjaan, tapi juga memahami mengapa saya mengerjakannya.


Mengapa Sekarang?

Karena 2025 membuat saya banyak berpikir ulang.

Tentang karier.
Tentang waktu.
Tentang hidup yang terus bergerak tanpa menunggu kita siap.

Saya tidak lagi mengejar menulis yang sempurna.
Saya hanya butuh ruang.
Dan tulisan adalah ruang itu.

Akhir 2025 terasa seperti momen yang tepat untuk kembali.
Karena saya tidak ingin menunggu sampai semuanya terlambat.


Kesimpulan

Saya mulai menulis lagi bukan untuk kembali ke 2014.
Bukan untuk nostalgia.
Dan bukan untuk mengejar sesuatu yang besar.

Saya menulis karena saya butuh tempat untuk pulang.
Tempat yang tidak menuntut saya apa-apa.
Tempat di mana saya bisa jujur tanpa harus terlihat kuat.

Menulis bukan hal kecil.
Kadang, ini adalah cara paling sunyi untuk tetap waras.

Dan kalau kamu membaca ini, terima kasih sudah menemani saya di langkah pertama setelah jeda yang sangat panjang.

Artikel Sebelumnya

Jalan kaki sebentar udah olahraga

Tulis Komentar

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *