Realita Industri Game yang Minim Fitur, Penuh Perulangan, dan Kurang Menguntungkan Player dan terkesan developer hanya ingin cuan-cuan dan cuan
Halo teman,
Sebagai orang yang tumbuh dengan game “jaman dulu” dimana eranya mmorpg seal,ragnarok, the sims dan masih main game sampai “jaman sekarang”, yang udah mulai muncul game potrait yang seharusnya landscape saya sering kepikiran satu hal:
“Kok rasanya game sekarang makin cakep visualnya, tapi makin miskin jiwa gamernya ?”
Grafik 4K, RTX, open world luas, cinematic kayak film banyak mod dan fitur mantap. Tapi begitu main beberapa jam:
- misi repetitif
- sistemnya diulang-ulang
- reward berasa pelit
- dan kalau mau “serius”, ujung-ujungnya top up
Sementara game jaman dulu:
- grafik seadanya
- kadang masih 2D
- tapi rasanya: lebih penuh, lebih jujur, dan lebih rewarding buat player.
Di postingan ini, saya mau ngobrol jujur soal:
- kenapa game sekarang banyak yang berasa cuma perulangan dan perulangan
- kenapa player sering nggak diuntungkan cuma jadi ladang cuan developer besar (kalau dulu sih cuma EA sekarang hampir semua)
- dan apa yang sebenarnya telah berubah di industri game.
Daftar isi
Dulu: Beli Game → Dapet Game
Sekarang: Beli Game → Dapet “Kerangka”, Sisanya DLC (ini jualan game apa organ manusia dah)
Kalau teman ingat dan pernah main game di era PS1, PS2, PS3 awal, PC jaman warnet:
- beli 1 game
- isinya sudah full paket
- kalau ada rahasia, ya unlock lewat skill / waktu main
- kalau tamat, kerasa puas
Sekarang banyak game:
- rilis base game yang setengah jadi
- lalu pelan-pelan ditambah lewat:
- DLC
- expansion
- battle pass
- skin berbayar
- kadang malah rilis dalam kondisi bug, baru pelan-pelan bener lewat patch kek yang namanya punk punk itu
Akhirnya player berasa:
“gue beli full price, tapi kok game-nya berasa early access bahkan kerasa beta test wkwkwkwk?”
Fitur yang harusnya jadi bagian dari paket utama, sekarang sering dipotong jadi konten tambahan dan harus bayar biasanya.
Pola Perulangan: Side Quest Copy Paste, Daily, dan Grind Tanpa Jiwa
Banyak game modern (terutama open world / live service) jatuh ke pola:
- misi yang strukturnya sama:
- ambil ini → antar itu
- bunuh X musuh di area Y
- fetch quest yang cuma beda dialog
- daily quest & weekly quest yang bentuknya itu-itu saja
- dungeon / raid yang intinya mengulang hal yang sama demi:
- EXP
- item
- currency
Dulu grind itu:
- capek, tapi kerasa berarti, karena:
- ada skill yang terasah
- ada sense of mastery
- ada momen puas pas akhirnya berhasil
Sekarang grind sering:
- cuma angka naik
- tanpa perubahan signifikan di gameplay
- dibuat supaya player:
- terus online
- terus login
- terus “diikat” ke game
Game berubah dari:
“main sampai puas” → jadi “main sampai target harian kelar. ini maen game apa kerja njir”
Monetisasi: Game Jaman Dulu Menghargai Waktu, Game Sekarang Menghargai Dompet
Ini poin paling merugikan menurut saya.
Dulu:
- Beli kaset/disk → main
- Kalau mau kuat:
- grinding
- farming
- latihan skill
- topup sih tapi biasanya buat beli kesesama player
- Rare item didapetin lewat:
- boss susah
- secret path
- eksplorasi
- beli ke player (udah jarang game yang bisa trade antar player)
Sekarang:
- Beli game → masih ada:
- microtransaction
- gacha
- premium currency
- paywalled content
- Rare item:
- bisa lewat gacha
- bisa lewat battle pass
- kadang cuma lewat event berbayar
Player yang serius main tapi nggak mau top up sering merasa:
“Waktu gue nggak dihargai, kalau nggak bayar ya ketinggalan.”
Bukan sekadar “pay to win”, tapi kadang pay to skip boring parts yang sengaja dibuat boring.
Live Service: Update Rutin, Tapi Fitur Sering Kosong Rasa
Konsep live service sebenarnya bagus:
- game dirawat terus
- ada update rutin
- konten baru nggak perlu nunggu 2–3 tahun
Masalahnya:
- nggak semua live service diisi dengan konten yang meaningful
- sering:
- event yang cuma ganti skin
- quest baru tapi formatnya sama
- mode baru yang cuma variasi kecil
Player dapat:
- notifikasi update
- patch note panjang
- tapi saat masuk game:
→ “ooh, gini doang.”
Game jaman dulu:
- update jarang, kadang nggak ada
- tapi sekali main, kontennya sudah padat dari awal
Game sekarang:
- sering update, tapi isinya tipis, repetitif, dan nggak terasa nambah “nyawa” game.
Apakah Semua Game Sekarang Jelek? Nggak. Tapi…
Supaya adil aja ini, nggak semua game modern:
- minim fitur
- repetitif
- pelit reward
Masih banyak game sekarang yang:
- storytelling-nya luar biasa
- gameplay-nya inovatif
- sistemnya dalam dan niat
- dan benar-benar menghargai player
Tapi pattern yang sering bikin kita capek itu nyata:
- banyak game AAA kejar grafik & monetisasi
- tapi lupa rasa bermain dan kepuasan jangka panjang
Game jaman dulu terbatas teknologi, tapi:
- desainnya dipaksa kreatif
- gameplay harus kuat, kalau nggak ya game-nya gagal total
Game sekarang punya teknologi super, tapi:
- kadang terlalu sibuk kejar “tambah fitur”
- sampai lupa bikin fitur yang bermakna
Kenapa Rasanya Dulu Lebih Menguntungkan Player?
Kalau dipikir-pikir, kenapa jaman dulu rasanya lebih “menguntungkan” player?
Menurut saya ini ya:
- Model bisnis lebih straight forward
- bayar sekali → main
- kalau mau cheat, ya cheat device / kode, bukan via kartu kredit sultan doang ini mah
- Game dirancang untuk “kelar”
- ada awal, tengah, akhir
- tamat berasa pencapaian
- Reward lebih jujur
- kalau dapat item bagus, rasanya:
- “gue layak dapet ini”
- bukan:
- “akhirnya keluar juga setelah 70x gacha.”
- kalau dapat item bagus, rasanya:
- Desain fokus ke fun, bukan retention curve
- dulu jarang ada istilah:
- “player retention 30 hari, 60 hari, ARPU, ARPPU” di level desain
- sekarang banyak game dirancang dengan mindset:
- “gimana caranya player balik terus & belanja.”
- dulu jarang ada istilah:
Lalu, Apa Harus Benci Game Jaman Sekarang? Menurut Saya: Jangan. Tapi Harus Melek.
Saya nggak di kubu:
- “Game dulu semuanya bagus, game sekarang semuanya sampah. apa lagi yang banyak menguras uang kayak yang ada the thenya itu”
Tapi saya juga nggak bisa pura-pura:
- bahwa monetisasi, repetisi, dan desain yang terlalu ke arah bisnis nggak mengubah rasa main.
Yang penting:
- kita sebagai player jelata melek pola
- bisa bedain:
- game yang fun karena desainnya bagus
- vs game yang “bikin candu” karena desainnya manipulatif
Dan kalau kita tahu:
- kita bisa pilih game dengan lebih sadar
- dan bisa lebih apresiatif sama developer yang masih:
- niat
- peduli gameplay
- dan nggak semata-mata treat player sebagai target spend.
Penutup:
Game Boleh Maju Teknologinya, Tapi Jangan Mundur Hatinya
Saya kangen masa di mana:
- game nggak sempurna, tapi jujur.
- kalah itu salah saya, bukan salah RNG (Random Number Generator,) + Top Up Terus-terusan
- tamat terasa seperti pencapaian pribadi, bukan sekadar “season ini sudah di-clear”
Game modern masih punya banyak hal keren:
dunia luas, grafis gila, cerita emosional.
Tapi saya berharap:
ke depan, semoga lebih banyak game yang menghargai waktu & kecerdasan player, bukan cuma isi dompetnya.