Trend Desain 2017–2025 Haruskah Ikut-Ikutan ?

Dari Kacamata saya

Halo di postingan pertama ini,

di ryanpratama.com saya mau jadikan blog sebagai “playground cerita” soal desain, terutama dari sudut pandang praktisi yang hidup di dunia UI/UX, branding, printing dan digital produk dari 2017 sampai 2025.

Bukan cuma bahas tren yang lewat di timeline, tapi lebih ke:

“Apa sih yang sebenarnya berubah di dunia desain dari 2017–2025, dan gimana impact-nya ke cara kita kerja sebagai desainer?”

Yuk bedah pelan-pelan.


2017–2018: Flat Design Matang, Minimalis Jadi Default

Di 2017–2018, dunia desain tahun itu lagi fase “flat is king”.

Di timeline dribbble/behance, isinya rata-rata:

  • UI super flat, clean, no drama
  • Whitespace lega banget, bikin layout terasa bersih
  • Icon 2D, tanpa bevel, tanpa embos-embosan
  • Sans-serif everywhere: gampang dibaca, cocok banget buat interface

Buat teman yang main di:

  • Branding → banyak logo di-simplify ke bentuk yang lebih flat dan scalable.
  • UI/UX → fokus ke readability, hierarchy, dan spacing ketimbang efek visual yang rumit. dan susah di buat.

Intinya, di era ini desain itu tentang:
“se-clear mungkin, se-minimalis mungkin, tapi tetap fungsional.”


2018–2019: Desain Gradien Comeback , Ilustrasi Custom, dan Desain Lebih Berfolume

Begitu semua serba minimalis dan flat, muncul rasa bosan. Jawabannya ada di: gradien & ilustrasi custom.

Di 2018–2019, tren yang kelihatan:

  • Soft gradient & duotone jadi andalan hero section
  • Ilustrasi vector custom (sering gaya semi-flat) jadi identitas brand
  • Brand pengen kelihatan lebih human, bukan sekadar “startup generik”

Desain mulai geser dari sekadar “rapi” ke:

  • Punya tone & personality
  • Punya style khusus yang kalau dilihat, teman bisa bilang, “Oh, ini brand X banget.”

Di sini peran desainer nggak cuma jago layout, tapi juga:

  • Ngerti storytelling visual
  • Ngerti gimana bikin brand kelihatan approachable lewat visual

2019–2020: Dark Mode, Neumorphism (Bayangan halus, warna netral, dan elemen yang tampak menyatu dengan latar), dan Micro-Interaction (Elemen kecil dan detail dalam desain antarmuka)

Masuk 2019–2020, timeline mulai penuh dengan:

  • UI dark mode (dari OS, app, sampai website)
  • Eksperimen neumorphism: card dan button kelihatan timbul dari bagianbackground
  • Fokus ke micro-interaction: hover, tap, transition, loading state

Banyak desainer mainin:

  • Shadow halus, ambient light, dan depth yang subtle
  • Transisi micro yang bikin UI terasa “living product”, bukan cuma gambar flat statis

Walaupun neumorphism akhirnya nggak jadi standar karena:

  • Kontras sering jeblok (Kurang enak dilihat lama)
  • Aksesibilitas kurang ramah

…tapi era ini ngajarin satu hal penting:

Desain UI itu bukan cuma visual, tapi juga interaksi yang user rasain di setiap klik dan scroll.


2020–2021: Pandemi, Remote Workflow, dan Design System From Home

Di 2020–2021, pandemi bikin cara kerja desainer kebalik total.

Yang tadinya:

  • Meeting fisik, whiteboard bareng, sticky notes…

Berubah jadi:

  • Figma jam-jaman
  • Handoff jarak jauh
  • Komunikasi via chat & video call
  • Zoom Meeting

Dari sisi desain, muncul kebutuhan untuk:

  • Bikin design system yang proper:
    • Komponen jelas
    • Token warna, spacing, typografi konsisten
    • Button, card, form, semua reusable

Buat produk digital, terutama startup:

  • Design system bukan lagi “nice to have” tapi wajib kalau mau berkembang.

Di fase ini, peran desainer naik level:

  • Bukan cuma “bikinin UI yang keren ya”
  • Tapi:
    • Ikut mikirin scalability
    • Ikut nyusun Asset yang bisa dipakai satu produk, satu tim, bahkan satu company.

2022–2023: 3D Vibe, Glassmorphism (Efek Kaca) , dan Modern Brutalism

Di 2022–2023, tren mulai makin eksperimental:

  1. 3D Illustration & 3D Icon
    • Dipakai di hero section, empty state, onboarding
    • Bikin produk terasa lebih hidup dan premium
  2. Glassmorphism
    • Efek kaca: transparan, blur, layering
    • Banyak muncul di card, navbar, modal
  3. Modern Brutalism
    • Tipografi gede, kadang over-sized
    • Warna kontras, layout sengaja “tabrak” tapi tetap dikontrol
    • Rasanya edgy, berani, anti-mainstream

Buat teman desainer, era ini tuh momen:

  • Buat mainin style sejauh mungkin tapi tetap paham fungsi, efektif, efisien, dan memuaskan
  • Ngerti bahwa nggak semua brand cocok brutalist, nggak semua cocok glassy – balik lagi ke DNA brand.

2023–2025: Era AI, Generative Design, dan Personalisasi

Nah, ini bagian yang paling kerasa sampai sekarang: AI masuk ke workflow desain.

Tools AI mulai bantu:

  • Generate moodboard & inspirasi visual dari prompt
  • Bikin variasi layout dalam hitungan detik
  • Bantu copywriting microcopy / headline yang inline sama desain
  • Bikin icon bahkan sekarang video

Buat desainer, ini bikin:

  • Kerjaan teknis (crop, eksperimen warna basic, pattern repetitif) bisa di-percepat tepi mahal bayar ainya wkwkwkwk
  • Tapi di sisi lain, desainer dituntut naik kelas:

Bukan lagi cuma:

“Bisa bikin desain bagus nggak?”

Tapi jadi:

“Bisa mikirin konsep, arah brand, dan experience yang nyambung sama bisnis nggak?”

Tren lain di 2023–2025:

  1. Super personalisasi
    • Konten, urutan tampilan, sampai rekomendasi UI disesuaikan dengan behavior user
    • Desain jadi lebih data-driven, bukan cuma “kayaknya bagus gini deh”.
  2. Aksesibilitas & inklusifitas
    • Kontras warna, size font, hit area button
    • Desain yang bisa dinikmati lebih banyak orang, bukan cuma yang matanya sehat & pakai device high-end.
  3. Etical & sustainable design
    • Menghindari dark pattern
    • Mengurangi noise, fokus ke apa yang benar-benar penting buat user nyaman

Apa Artinya Buat Saya (dan Buat Teman Desainer Lainnya)

Dari 2017–2025, kalau dirangkum, polanya gini:

  • Tools canggih muncul terus kayak (Figma, AI, plugin, dll)
  • Tren visual makin cepat muter bahkan susah diikuti
  • Tapi yang benar-benar jadi pembeda tetap:
    • Cara berpikir desain
    • Rasa / taste
    • Kemampuan menghubungkan desain dengan bisnis & manusia

Buat saya pribadi, dan buat blog baru saya ryanpratama.com sebagai rumah digital:

  • Blog ini bukan cuma tempat share tren, tapi juga tempat dokumentasi perjalanan desain dan keresahan saya
  • Dari era flat, sampai AI, saya pengen bahas:
    • Kenapa tren itu muncul
    • Kapan tren itu mulai relevan
    • Dan gimana kita sebagai desainer bisa manfaatin tanpa kejebak ikut-ikutan buta map

Penutup: 2017–2025 Itu Baru Pemanasan

Kalau teman perhatiin, dari 2017 sampai 2025, satu benang merahnya jelas:

Desain selalu ikut bergerak bareng teknologi dan perilaku manusia.

Tugas kita sebagai desainer:

  • Ngerti timeline perkembangannya
  • Nggak benci tren, tapi juga nggak jadi budak korporat trend
  • Milih apa yang cocok buat brand, produk, dan konteks yang lagi kita garap bukan asal

Di ryanpratama.com, saya akan terus bahas:

  • Dunia UI/UX
  • Branding digital
  • Workflow, tools, dan cara pikir yang bisa bantu teman naik level sebagai desainer

Kalau teman punya pengalaman sendiri soal desain di era 2017–2025, bakal seru banget kalau suatu hari kita bahas bareng di kolom komentar bawah

Sumber :

Gambar Utama : https://unsplash.com/illustrations/diverse-colorful-people-hands-together-seamless-pattern-illustration-funny-multicolor-hand-community-background-print-friend-team-business-teamwork-or-community-help-texture-drawing-tlgpcZ8vUiM

Write a Comment

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *